Senin, 02 Mei 2011

Afwan, Bila ku Tolak Khitbahmu


Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.

Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah.

Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abud Darda’. ”Subhanallaah.. wal hamdulillaah..”, girang Abud Darda’ mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

”Saya adalah Abud Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.

”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”

Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia bicara.

”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abud Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”

( Sergapan Rasa Memiliki, Salim A Fillah, Jalan Cinta Para Pejuang )

♥♥♥


Akhi..Akhi..Akhi..

Betapa indah kisah di atas,lihatlah Salman sahabat Rasulullah tak terluka meski di tolak,tak bersedih meski gak di terima, pasti ada rasa kecewa itu,tapi contoh lah beliau. Beliau lebih tegar memberikan indahnya cinta pada saudaranya,karna beliau memiliki kesadaran bahwa mereka belum memiliki,sehingga kalo pun si putri lebih memilih si pengantar,sejatinya itu lah pilihan Allah. Karna kita hanya mampu berusaha,selebihnya Allah yang mengatur.

“Menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya urusannya seluruhnya baik dan tidaklah hal itu dimiliki oleh seseorang kecuali bagi seorang mukmin. Jika mendapat nikmat ia bersyukur maka hal itu baik baginya, dan jika menderita kesusahan ia bersabar maka hal itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim)

Jangan karna kau malu karna khitbahmu di tolak kau marah pada kami bahkan mendoakan keburukan pada kami,pikirkanlah,apakah ikhwan seperti ini layak jadi pemimpin kami??. Apa dengan di tolak dunia akan berhenti berputar?? Dunia ini luas dan pastinya cinta Allah lebih luas,bila kau ku tolak pasti ada cinta lain yang di pilihkan Allah padaMu. Bila engkau ikhlas menerimanya, Allah pasti memberikan yang lebih baik.

Biarkanlah istikharah kami sebagai penentu,bila kami tak yakin denganmu untuk jadi Imam kami,tapi yakinlah kami tetaplah saudaramu. Tali ukhuwah tak akan pernah putus meski ku tolak khitbahmu.

Ukhti..ukhti..ukhti..

“Apabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” ( Hr. Tirmidzi )

Engkau pasti tau hadits ini yaa ukhti sholehah,memang hadits ini tidak langsung tertuju padamu tapi pada wali mu. Tapi yaa ukhti,tak bisa kah kau lihat betapa kami ingin berjuang bersamamu.

Jangan kau tolak kami karna engkau lebih mementingkan duniamu. Lihatlah umur kita,tak sanggup bila ketika nyawaku di ambil ku belum merasakan indahnya bersamamu.

“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimana izinnya seorang gadis?” “Izinnya dengan ia diam,” jawab beliau. ( HR. Al-Bukhari )

Kami tau,engkau berhak menolak kami,tapi tolonglah jangan lah engkau diam karna ketakutan,sehingga diammubisa beranggapan engaku menerima kami,padahal engkau enggan bersama kami.

Kami ingin berjuang bersamamu, berikrar mencintai demi mendapatkan ridho Sang Kekasih Sejati. Janganlah kau selalu tolak khitbah kami hanya karna urusan duniamu. Kami tunggu kesediaamu untuk mengarungi dunia cinta untuk membangun cinta sampai jannahNya.(syahidah.co.cc)

0 komentar:

Posting Komentar