Oleh: M. Taufik N.T
1. Menerima Lamaran (Baik Gadis atau Janda) :
Kalau gadis/jandanya musyrik (menyekutukan Allah), dan ia bermaksud menikahinya, maka haram hukumnya menikahi wanita musyrik. Allah berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. (Al Baqarah : 221)
Kalau gadis /jandanya termasuk ahlul kitab (yahudi atau nashrani), maka terjadi ikhtilaf tentang kebolehan menikahinya, ada yang mengharamkan, ada yang membolehkan.
Kalau gadis/jandanya muslimah, jandanya tidak dalam masa ‘iddah maka boleh menerimanya. Boleh wanita menawarkan dirinya untuk dinikahi, lelakinya boleh menerima atau menolaknya. Imam Bukhory meriwayatkan dari Sahl bin Sa’d As Sa’idi ia berkata; Seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku datang untuk menghibahkan diriku untuk Anda." Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandangi wanita itu, beliau arahkan pandangannya ke atas dan kebawah lalu beliau menundukkkan kepalanya. Maka wanita itu melihat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memberi putusan apa-apa terkait dengan dirinya, maka ia pun duduk. Tiba-tiba seorang sahabat berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, jika Anda tidak berhasrat kepada wanita itu maka nikahkanlah aku dengannya." Maka beliau pun bertanya: "Apakah kamu mempunyai sesuatu (untuk dijadikan mahar)?" sahabat itu menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Pergilah kepada keluargamu, dan lihatlah apakah ada sesuatu." Laki-laki itu pun pergi dan kembali seraya berkata, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak mendapatkan sesuatu." Beliau bersabda lagi: "Lihatlah, meskipun yang ada hanyalah cincin dari besi." Laki-laki itu pergi laki kemudian kembali dan berkata, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah meskipun hanya cincin besi. Akan tetapi aku mempunya kain ini." Sahl berkata; Ia tidak memiliki kain kecuali setengah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: "Apa yang dapat kamu lakukan dengan kainmu itu. Jika kamu memakainya maka ia tidak akan kebagian, dan jika ia memakainya maka tidak akan kebagian." Akhirnya laki-laki itu duduk hingga lama, lalu ia beranjak. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun melihatnya hendak pulang. Maka beliau memerintahkan seseorang agar memanggilnya. Ketika laki-laki itu datang, beliau bertanya: "Surat apa yang kamu hafal dari Al Qur`an." Ia berkata, "Yaitu surat ini." Ia menghitungnya. Beliau bersabda: "Apakah kamu menghafalnya dengan baik?" laki-laki itu menjawab, "Ya." Akhirnya beliau bersabda: "Sesungguhnya aku telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan mahar hafalan Al Qur`anmu."[1]
2. Talak Lewat SMS:
kalau bisa dipastikan bahwa yang me SMS memang betul suaminya, dan kalimat dalam SMS secara jelas memang bermakna menalak, menceraikan, atau mengharamkan istri, atau dengan sindiran (misal “kita pisah saja”, atau “pulang saja engkau” dll) namun dalam hati suami memang bermaksud menceraikan istrinya maka jatuh talak tersebut, tertalaknya sejak suaminya menulis SMS, atau kalau di SMS disebut “saat kau terima SMS ini maka engkau tertalak” maka jatuhnya talak terhitung sejak istri menerima SMSnya. Baca keterangannya[2] di المغني مع الشرح الكبير 8 / 414 للإمام موفق الدين بن قدامة / دار الكتاب العربي – بيروت، وفتح القدير 3 / 93، والبدائع 4 / 1850، والبجيرمي 4 / 9، ومواهب الجليل 4 / 91، 92، والتاج والإكليل 4 / 98
3. Nikah via Telepon:
Ada tiga pendapat berkaitan dg akad nikah harus satu majelis (kalau lewat telpon bisa dikatakan satu majelis gak?).
1) ‘Ulama Hanafiyyah, sebagian Hanabilah dan sebagian Malikiyyah mensyaratkan harus satu majelis, namun ijab qabul tidak harus bersambung (boleh tidak langsung di jawab “saya terima..”)
2) ‘Ulama Malikiyyah: harus satu majelis dan ijab kabul bersambung, jadi setelah kata “… tunai” harus langsung dijawab “saya terima…”
3) Riwayat lain ‘Ulama Hanabilah: Tidak harus satu majelis. Baca selengkapnya di catatan kaki[3]
Oleh sebab itu akad nikah via telepon bisa dikaitkan dengan tiga pendapat tsb, kalau mengikuti pendapat ke tiga ya boleh asal bisa dipastikan suara yg nun jauh disana memang suara calon suami yang sedang on-line. Kalau memakai pendapat pertama jadinya tidak sah, juga krn waktu nelpon ada delay sehingga akadnya tidak nyambung. Namun sebaiknya untuk keluar dari ikhtilaf, jangan dilakukan akad nikah via telepon, kalau jauh kan masih bisa diwakilkan dan hukumnya sah akad nikah diwakilkan (hanya akadnya saja lho). Allahu Ta’ala A’lam. [http://mtaufiknt.wordpress.com].
[1] حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ
جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ جِئْتُ أَهَبُ لَكَ نَفْسِي قَالَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَعَّدَ النَّظَرَ فِيهَا وَصَوَّبَهُ ثُمَّ طَأْطَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأْسَهُ فَلَمَّا رَأَتْ الْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَزَوِّجْنِيهَا فَقَالَ وَهَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لَا وَاللَّهِ مَا وَجَدْتُ شَيْئًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي قَالَ سَهْلٌ مَا لَهُ رِدَاءٌ فَلَهَا نِصْفُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ مِنْهُ شَيْءٌ فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى إِذَا طَالَ مَجْلِسُهُ قَامَ فَرَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُوَلِّيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ فَلَمَّا جَاءَ قَالَ مَاذَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا عَدَّدَهَا فَقَالَ تَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ
[2] Di Mausu’ah di ringkas: اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ الزَّوْجَ إِذَا أَرْسَل إِلَى زَوْجَتِهِ كِتَابًا ضَمَّنَهُ قَوْلَهُ: أَنْتِ طَالِقٌ، فَالْحُكْمُ أَنَّهَا تَطْلُقُ فِي الْحَال، سَوَاءٌ وَصَل إِلَيْهَا الْكِتَابُ أَمْ لَمْ يَصِل، وَيُعْتَبَرُ ابْتِدَاءُ عِدَّتِهَا مِنْ حِينِ كِتَابَتِهِ الْكِتَابَ.
أَمَّا إِذَا كَتَبَ إِلَيْهَا مَا مُفَادُهُ: إِذَا وَصَلَكِ كِتَابِي فَأَنْتِ طَالِقٌ، فَأَتَاهَا الْكِتَابُ طَلُقَتْ مِنْ تَارِيخِ الْوُصُول؛ لأَِنَّ شَرْطَ وُقُوعِ الطَّلاَقِ هُوَ وُصُول الْكِتَابِ إِلَيْهَا
[3] اتِّحَادُ الْمَجْلِسِ فِي عَقْدِ النِّكَاحِ:
لِلْعُلَمَاءِ فِي ارْتِبَاطِ الإِْيجَابِ بِالْقَبُول فِي عَقْدِ النِّكَاحِ مَعَ اتِّحَادِ الْمَجْلِسِ ثَلاَثَةُ آرَاءٍ: الأَْوَّل: اشْتِرَاطُ اتِّحَادِ الْمَجْلِسِ، فَلَوِ اخْتَلَفَ الْمَجْلِسُ لَمْ يَنْعَقِدْ كَمَا لَوْ أَوْجَبَ أَحَدُهُمَا فَقَامَ الآْخَرُ أَوِ اشْتَغَل بِعَمَلٍ آخَرَ، وَلاَ يُشْتَرَطُ فِيهِ الْفَوْرُ. وَهُوَ مَذْهَبُ الْحَنَفِيَّةِ، وَهُوَ الصَّحِيحُ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ، وَهُوَ مَا فِي الْمِعْيَارِ عَنِ الْبَاجِيِّ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ .
الثَّانِي: اشْتِرَاطُ الْفَوْرِيَّةِ بَيْنَ الإِْيجَابِ وَالْقَبُول فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ، وَهُوَ قَوْل الْمَالِكِيَّةِ عَدَا مَا تَقَدَّمَ عَنِ الْبَاجِيِّ، وَهُوَ قَوْل الشَّافِعِيَّةِ، غَيْرَ أَنَّهُمُ اغْتَفَرُوا فِيهِ الْفَاصِل الْيَسِيرَ. وَضَبَطَ الْقَفَّال الْفَاصِل الْكَثِيرَ بِأَنْ يَكُونَ زَمَنًا لَوْ سَكَتَا فِيهِ لَخَرَجَ الْجَوَابُ عَنْ كَوْنِهِ جَوَابًا. وَالأَْوْلَى ضَبْطُهُ بِالْعُرْفِ .
الثَّالِثُ: صِحَّةُ الْعَقْدِ مَعَ اخْتِلاَفِ الْمَجْلِسِ، وَهُوَ رِوَايَةٌ لِلْحَنَابِلَةِ. وَعَلَيْهَا لاَ يَبْطُل النِّكَاحُ مَعَ التَّفَرُّقِ .
وَهَذَا كُلُّهُ عِنْدَ اتِّحَادِ الْمَجْلِسِ الْحَقِيقِيِّ، أَمَّا مَعَ اتِّحَادِ الْمَجْلِسِ الْحُكْمِيِّ فَلاَ يَخْتَلِفُ الأَْمْرُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ فِي اشْتِرَاطِ الْقَبُول فِي مَجْلِسِ الْعِلْمِ، وَهُوَ الصَّحِيحُ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ .
وَاشْتَرَطَ الْمَالِكِيَّةُ الْفَوْرِيَّةَ فِي الإِْيجَابِ حِينَ الْعِلْمِ. وَالصَّحِيحُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّهُ لاَ يَنْعَقِدُ النِّكَاحُ بِالْكِتَابَةِ. وَكَذَلِكَ إِنْ كَانَ الزَّوْجُ غَائِبًا وَبَلَغَهُ الإِْيجَابُ مِنْ وَلِيِّ الزَّوْجَةِ. وَإِذَا صَحَّحْنَا فِي الْمَسْأَلَتَيْنِ فَيُشْتَرَطُ الْقَبُول فِي مَجْلِسِ بُلُوغِ الْخَبَرِ وَعَلَى الْفَوْرِ .
wallohu a'lam bisshowab.
1. Menerima Lamaran (Baik Gadis atau Janda) :
Kalau gadis/jandanya musyrik (menyekutukan Allah), dan ia bermaksud menikahinya, maka haram hukumnya menikahi wanita musyrik. Allah berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. (Al Baqarah : 221)
Kalau gadis /jandanya termasuk ahlul kitab (yahudi atau nashrani), maka terjadi ikhtilaf tentang kebolehan menikahinya, ada yang mengharamkan, ada yang membolehkan.
Kalau gadis/jandanya muslimah, jandanya tidak dalam masa ‘iddah maka boleh menerimanya. Boleh wanita menawarkan dirinya untuk dinikahi, lelakinya boleh menerima atau menolaknya. Imam Bukhory meriwayatkan dari Sahl bin Sa’d As Sa’idi ia berkata; Seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku datang untuk menghibahkan diriku untuk Anda." Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandangi wanita itu, beliau arahkan pandangannya ke atas dan kebawah lalu beliau menundukkkan kepalanya. Maka wanita itu melihat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memberi putusan apa-apa terkait dengan dirinya, maka ia pun duduk. Tiba-tiba seorang sahabat berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, jika Anda tidak berhasrat kepada wanita itu maka nikahkanlah aku dengannya." Maka beliau pun bertanya: "Apakah kamu mempunyai sesuatu (untuk dijadikan mahar)?" sahabat itu menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Pergilah kepada keluargamu, dan lihatlah apakah ada sesuatu." Laki-laki itu pun pergi dan kembali seraya berkata, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak mendapatkan sesuatu." Beliau bersabda lagi: "Lihatlah, meskipun yang ada hanyalah cincin dari besi." Laki-laki itu pergi laki kemudian kembali dan berkata, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah meskipun hanya cincin besi. Akan tetapi aku mempunya kain ini." Sahl berkata; Ia tidak memiliki kain kecuali setengah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: "Apa yang dapat kamu lakukan dengan kainmu itu. Jika kamu memakainya maka ia tidak akan kebagian, dan jika ia memakainya maka tidak akan kebagian." Akhirnya laki-laki itu duduk hingga lama, lalu ia beranjak. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun melihatnya hendak pulang. Maka beliau memerintahkan seseorang agar memanggilnya. Ketika laki-laki itu datang, beliau bertanya: "Surat apa yang kamu hafal dari Al Qur`an." Ia berkata, "Yaitu surat ini." Ia menghitungnya. Beliau bersabda: "Apakah kamu menghafalnya dengan baik?" laki-laki itu menjawab, "Ya." Akhirnya beliau bersabda: "Sesungguhnya aku telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan mahar hafalan Al Qur`anmu."[1]
2. Talak Lewat SMS:
kalau bisa dipastikan bahwa yang me SMS memang betul suaminya, dan kalimat dalam SMS secara jelas memang bermakna menalak, menceraikan, atau mengharamkan istri, atau dengan sindiran (misal “kita pisah saja”, atau “pulang saja engkau” dll) namun dalam hati suami memang bermaksud menceraikan istrinya maka jatuh talak tersebut, tertalaknya sejak suaminya menulis SMS, atau kalau di SMS disebut “saat kau terima SMS ini maka engkau tertalak” maka jatuhnya talak terhitung sejak istri menerima SMSnya. Baca keterangannya[2] di المغني مع الشرح الكبير 8 / 414 للإمام موفق الدين بن قدامة / دار الكتاب العربي – بيروت، وفتح القدير 3 / 93، والبدائع 4 / 1850، والبجيرمي 4 / 9، ومواهب الجليل 4 / 91، 92، والتاج والإكليل 4 / 98
3. Nikah via Telepon:
Ada tiga pendapat berkaitan dg akad nikah harus satu majelis (kalau lewat telpon bisa dikatakan satu majelis gak?).
1) ‘Ulama Hanafiyyah, sebagian Hanabilah dan sebagian Malikiyyah mensyaratkan harus satu majelis, namun ijab qabul tidak harus bersambung (boleh tidak langsung di jawab “saya terima..”)
2) ‘Ulama Malikiyyah: harus satu majelis dan ijab kabul bersambung, jadi setelah kata “… tunai” harus langsung dijawab “saya terima…”
3) Riwayat lain ‘Ulama Hanabilah: Tidak harus satu majelis. Baca selengkapnya di catatan kaki[3]
Oleh sebab itu akad nikah via telepon bisa dikaitkan dengan tiga pendapat tsb, kalau mengikuti pendapat ke tiga ya boleh asal bisa dipastikan suara yg nun jauh disana memang suara calon suami yang sedang on-line. Kalau memakai pendapat pertama jadinya tidak sah, juga krn waktu nelpon ada delay sehingga akadnya tidak nyambung. Namun sebaiknya untuk keluar dari ikhtilaf, jangan dilakukan akad nikah via telepon, kalau jauh kan masih bisa diwakilkan dan hukumnya sah akad nikah diwakilkan (hanya akadnya saja lho). Allahu Ta’ala A’lam. [http://mtaufiknt.wordpress.com].
[1] حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ
جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ جِئْتُ أَهَبُ لَكَ نَفْسِي قَالَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَعَّدَ النَّظَرَ فِيهَا وَصَوَّبَهُ ثُمَّ طَأْطَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأْسَهُ فَلَمَّا رَأَتْ الْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَزَوِّجْنِيهَا فَقَالَ وَهَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لَا وَاللَّهِ مَا وَجَدْتُ شَيْئًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي قَالَ سَهْلٌ مَا لَهُ رِدَاءٌ فَلَهَا نِصْفُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ مِنْهُ شَيْءٌ فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى إِذَا طَالَ مَجْلِسُهُ قَامَ فَرَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُوَلِّيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ فَلَمَّا جَاءَ قَالَ مَاذَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا عَدَّدَهَا فَقَالَ تَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ
[2] Di Mausu’ah di ringkas: اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ الزَّوْجَ إِذَا أَرْسَل إِلَى زَوْجَتِهِ كِتَابًا ضَمَّنَهُ قَوْلَهُ: أَنْتِ طَالِقٌ، فَالْحُكْمُ أَنَّهَا تَطْلُقُ فِي الْحَال، سَوَاءٌ وَصَل إِلَيْهَا الْكِتَابُ أَمْ لَمْ يَصِل، وَيُعْتَبَرُ ابْتِدَاءُ عِدَّتِهَا مِنْ حِينِ كِتَابَتِهِ الْكِتَابَ.
أَمَّا إِذَا كَتَبَ إِلَيْهَا مَا مُفَادُهُ: إِذَا وَصَلَكِ كِتَابِي فَأَنْتِ طَالِقٌ، فَأَتَاهَا الْكِتَابُ طَلُقَتْ مِنْ تَارِيخِ الْوُصُول؛ لأَِنَّ شَرْطَ وُقُوعِ الطَّلاَقِ هُوَ وُصُول الْكِتَابِ إِلَيْهَا
[3] اتِّحَادُ الْمَجْلِسِ فِي عَقْدِ النِّكَاحِ:
لِلْعُلَمَاءِ فِي ارْتِبَاطِ الإِْيجَابِ بِالْقَبُول فِي عَقْدِ النِّكَاحِ مَعَ اتِّحَادِ الْمَجْلِسِ ثَلاَثَةُ آرَاءٍ: الأَْوَّل: اشْتِرَاطُ اتِّحَادِ الْمَجْلِسِ، فَلَوِ اخْتَلَفَ الْمَجْلِسُ لَمْ يَنْعَقِدْ كَمَا لَوْ أَوْجَبَ أَحَدُهُمَا فَقَامَ الآْخَرُ أَوِ اشْتَغَل بِعَمَلٍ آخَرَ، وَلاَ يُشْتَرَطُ فِيهِ الْفَوْرُ. وَهُوَ مَذْهَبُ الْحَنَفِيَّةِ، وَهُوَ الصَّحِيحُ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ، وَهُوَ مَا فِي الْمِعْيَارِ عَنِ الْبَاجِيِّ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ .
الثَّانِي: اشْتِرَاطُ الْفَوْرِيَّةِ بَيْنَ الإِْيجَابِ وَالْقَبُول فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ، وَهُوَ قَوْل الْمَالِكِيَّةِ عَدَا مَا تَقَدَّمَ عَنِ الْبَاجِيِّ، وَهُوَ قَوْل الشَّافِعِيَّةِ، غَيْرَ أَنَّهُمُ اغْتَفَرُوا فِيهِ الْفَاصِل الْيَسِيرَ. وَضَبَطَ الْقَفَّال الْفَاصِل الْكَثِيرَ بِأَنْ يَكُونَ زَمَنًا لَوْ سَكَتَا فِيهِ لَخَرَجَ الْجَوَابُ عَنْ كَوْنِهِ جَوَابًا. وَالأَْوْلَى ضَبْطُهُ بِالْعُرْفِ .
الثَّالِثُ: صِحَّةُ الْعَقْدِ مَعَ اخْتِلاَفِ الْمَجْلِسِ، وَهُوَ رِوَايَةٌ لِلْحَنَابِلَةِ. وَعَلَيْهَا لاَ يَبْطُل النِّكَاحُ مَعَ التَّفَرُّقِ .
وَهَذَا كُلُّهُ عِنْدَ اتِّحَادِ الْمَجْلِسِ الْحَقِيقِيِّ، أَمَّا مَعَ اتِّحَادِ الْمَجْلِسِ الْحُكْمِيِّ فَلاَ يَخْتَلِفُ الأَْمْرُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ فِي اشْتِرَاطِ الْقَبُول فِي مَجْلِسِ الْعِلْمِ، وَهُوَ الصَّحِيحُ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ .
وَاشْتَرَطَ الْمَالِكِيَّةُ الْفَوْرِيَّةَ فِي الإِْيجَابِ حِينَ الْعِلْمِ. وَالصَّحِيحُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ أَنَّهُ لاَ يَنْعَقِدُ النِّكَاحُ بِالْكِتَابَةِ. وَكَذَلِكَ إِنْ كَانَ الزَّوْجُ غَائِبًا وَبَلَغَهُ الإِْيجَابُ مِنْ وَلِيِّ الزَّوْجَةِ. وَإِذَا صَحَّحْنَا فِي الْمَسْأَلَتَيْنِ فَيُشْتَرَطُ الْقَبُول فِي مَجْلِسِ بُلُوغِ الْخَبَرِ وَعَلَى الْفَوْرِ .
wallohu a'lam bisshowab.
0 komentar:
Posting Komentar